TIADA KATA SEPANTAS "SELAMAT DATANG" untuk memulai

Blogs ini didedikasikan untuk masyarakat Gunungkidul, agar sadar bagaimana bangganya dirinya terhadap tanah kelahirannya, dan Jawa Dwipa. Isi blogs ini adalah hasil pemikiran dan sumbang saran dari berbagai sumber baik dari buku, literatur,perorangan. Dituangkan dengan cara pikir pribadi.

Saturday, May 5, 2007

Situs Wiladeg, Candi Risan, Situs Sokoliman, Situs Ngawit, Situs Dengok, Candi Nglemuru, Situs Gondang, Situs Ganang, Situs Gunungbang, Situs Beji, Situs Mangunan.
Kenapa harus saya sebutkan terlebih dahulu kata - kata itu?
Tidakkah semu orang seharusnya semua orang memandang daerah kami? bahkan kami orang-orang Gunungkidul pun tak banyak mengerti hal ini.
Tempat - tempat di atas merupakan adalah tempat tempat peninggalan berupa sisa-sisa bangunan masa lampau yang berbentuk candi atau semacamnya, maka disebut situs karena merujuk suatu tempat(pastilah adalah candi).Ada yang menarik dari tempat tempat ini, yaitu tersebarnya situs/candi ini di sekitar zona perbatasan zona Gunungsewu dengan zona Ledok, selain dari batu putih yang tak kalah menariknya adalah tempat ini bukanlah sebuah candi yang diperuntukkan untuk menempatkan abu jenazah melainkan adalah tempat pemujaan(data dari informasi lisan), mungkinkah candi ini adalah candi perwara atau bangunan pendamping candi induk? hmmm.m..m jika menilik demikian berarti sangat mungkin ada candi induk yang besar yang belum ditemukan, saya jadi terbayang bisa jadi candi induknya ada di bawah rumah saya, atau sekolahan saya, dimanapun itu adalah sebuah ketidakpastian.
Lantas apa yang dipuja dari candi candi ini, karena setidak tidaknya zaman dahulu candi juga dipakai untuk menandai daerah secara khusus.
Sekarang kita tinggalkan sejenak kebingungan di atas, kita alihkan ke Candi Ratu Boko, candi ini disalah artikan sebagai keraton Ratu Boko, ayah dari Roro Jonggrang, ada juga yang menyebut sebagai benteng pertahanan.Dari informasi yang saya dapat dan saya anggap betul adalah bahwa Candi Ratu Boko adalah tempat pembakaran jenazah kemudian abunya di tempatkan disetiap candi yang bersangkutan, mengapa demikian percaya nya saya pada hal itu!, setidaknya fakta yang ada bahwa candi Ratu Boko bermakna sebagai raja alam baka(boko-jawa), alam kematian. Bukankah demikian?, selain itu terdapatnya bangunan kaputren, kasatrian, beberapa kolam pemandian dll adalah bagian dari pola sosial waktu itu, yaitu salah satu kolam sebagai tempat penyucian jenanazah sebelum diperabukan, sedangkan bekas bangunan yang dianggap kaputren, kasatrian memang kala itu adalah tempat para tamu untuk beristirahat. Mengapa bisa demikian? tak lain kadang kita melihat masa lalu sebagai masa kemunduran dibanding masa sekarang, padahal jika kita sadari sebenarnya saat ini kita bukanlah apa-apa jika dibanding masa lalu waktu itu.
Yang ingin saya sampaikan bukanlah sejarah candi tersebut, melainkan akan saya jadikan jembatan penghubung dengan Gunungkidul. Dari mana air yang dipakai untuk mensucikan jenazah tersebut?, tidak jauh dari Candi Ratu Boko ke arah selatan ada Candi Banyu Nibo(air berjatuhan-jatuh). Melihat dari kata "banyu nibo" saya langsung terbayang sebuah air jatuh gemericik secara khusus tentunya, tak jauh dari candi itu adalah area perbukitan Gunungkidul, jadi mungkinkah candi ini sengaja dibangun untuk menandai suatu air terjun atau mata air yang memiliki kekhususan dimana airnya dari danau kuno Gunungkidul?
Mungkinkah air di gunungkidul dipergunakan sebagai air suci untuk memandikan jenazah para raja tanah Jawa yang sekarang abu jenazahnya berada di candi candi yang sudah kita kenal?
Dari pemikiran saya di atas saya jadikan penguat balik blogs saya sebelumnya yang berjudul "batu hitam dan sebuah sejarah"
Kembali lagi ke tulisan saya di atas sebelum ulasan candi Ratu Boko, melihat faham arah mata angin sebagai papat kiblat limo pancer, candi candi tersebut baru mengikuti kurang lebih 2 arah mata angin, yaitu sisi timur di daerah Wiladeg, Karangmojo dan Semin, sedangkan candi di daerah Semanu dan Paliyan mewakili arah barat, berarti ada kemungkinan terdapat candi candi kecil di daerah barat dan utara di zona baturagung dengan titik pusat candi induk di tengah daerah Gunungkidul yaitu di zona Ledok.
Jika candi-candi sekarang ini adalah merupakan candi perwara dalam kelompok kecil maka akan terdapat sebauh candi induk dengan ukuran besar, sedangkan kemungkinan kedua jika situs ini merupakan candi perwara di mana candi induk tidak jauh darinya maka ada kemunkinan kelompok kelompok candi ini membentuk suatu formasi meluputi candi gerbang utama, samping kanan dan kiri serta bangunan pusat sebagaimana halnya sebuah bangunan pemujaan agama Hindu(pola bangunan pura di Bali), sedangkan bangunan pusatnya tepat dekat object utama dalam hal ini adalah kawasan air.
Melihat hasil teknik pemahatan yang sangat kasar serta kesan jauh lebih kuno, saya akan berpikir, kapan atau pada saat pemerintahan kerajaan apa bangunan ini dibuat.Adakah kemungkinan masa masa sebelum Demak, sebab masa itu Islam baru masuk Jawa sehingga kemungkinan besar hal seperti ini dilarang. Atau Majapahit? masalahnya jika pada era Majapahit, bukankah pada saat itu era keemasan masa lalu dari segi bangunan, di mana candi dengan menggunakan batu bata adalah teknik modern kala itu, mana mungkin untuk sebuah Majapahit mencitrakan kebudayaanya dengan pembangunan candi di Gunungkidul sedemikian kasarnya!.Pada masa Mataram kuno? mungkinkah? pada masa ini pembangunan candi dengan batu vulkanik-perlu diingat mengapa banyak candi ditemukan disekitar persawahan, tidak lain untuk pembangunan candi dari batu vulkanik dimana semennya seperti bangunan saat ini menggunakan campuran telur itik dan tetes tebu sehingga untuk suplay dalam jumlah banyak dan secara terus menerus hal ini tidak bisa dilaksanakan di Gunungkidul terutama tetes tebu.
Jika kita memaksakan sebuah argumen bahwa candi di Gunungkidul dibangun sebelum kerajaan kerajaan tersebut di atas, lantas bagaimana dengan fakta bahwa kerajaan atau kebudayaan pertama di mulai di Jawa tengah!, Adakah yang salah dengan penulisan sejarah kita?
Jika sebuah Gunungkidul yang tandus, gersang, minus segalanya saja tidak bisa terpecahkan bagaimana mungkin menyingkap sejarah Jawa Dwipa di mana Gunungkidul hanya secuil bagian dari peradabannya

No comments: