hmmmm...no idea yet, but ....
Jun 14, '07 1:35 AMfor everyone
Saya rasa itulah kata yang tepat untuk saat ini, sampai sekarang pemikiran saya belum terbuka, sehubungan periodisasi yang ingin saya ketahui belum tersingkap.
Ada hal yang menarik sampai sekarang dengan adanya situs situs ini, dimana struktur bangunannya tidak mendekati daerah manapun. Secara pastinya saya kurang mengerti mengingat keawaman saya.Tetapi saya mengambil satu arah berpikir demikian: jika bangunan tidak ada suatu kemiripan yang bisa mencirikan suatu periodisasi tempat ini, ada kemungkinan Gunungkidul tadinya merupakan daerah perdikan sehingga kemungkinan besar berikutnya adalah terdapatnya suatu komunitas tertentu yang memiliki budaya dimana budaya ini(arsitekturnya) merupakan awal dari bangunan bangunan sekitarnya(prototipe), jika kita melihat dari aspek geografi nya adalah daerah Gunungkidul merupakan daerah terpencil pada zaman dulu, sehingga tempat ini memungkinkan untuk memencilkan diri dari keramaian (secara horizontal) sehingga untuk mencapai daerah ini tentunya tidak mudah, selain memencilkan diri, maka tak lain manusia yang mendiaminya lebih mendekatkan diri terhadap Sang pencipta(secara vertikal) sebab Gunungkidul saya rasa memenuhi syarat untuk letak ketinggian terhadap suatu tempat, bukankah ketinggian suatu tempat adalah menggambarkan semakin dekatnya komunikasi antara manusia dengan Tuhannya.Pemikiran saya ini atas pertimbangan demikian:Gunungkidul memiliki tempat/letak geografi yang lebih tinggi dibanding daerah daerah kerajaan yang kebanyakan mengambil daerah lembah yang subur, selain itu diambil dari sisi antara timur dan barat, Gunungkidul ada hampir diposisi tengah. Bukan berarti saya mendekatkan daerah ini terhadap Gunung Merapi sebagai pakuning tanah Jawa melainkan saya mendekatkan data sebagai jembatan khayal saya terhadap daerah ini.
Saya tidak melakukan tebak -tebakan apakah di area Gk yang terdapat kompleks pecandian dulunya merupakan kediaman para agamawan masa lalu sebelum atau pada saat kerajaan kerajaan klasik berdiri atau hanya sebatas tempat pemujaan semata. Tadinya saya berpikir, candi candi sebagai tempat pemujaan atas suatu tempat disebabkan karena daerahnya dianggap suci seperti pemakaian sumber air untuk ritual di candi Ratu Boko. Namun terakhir saya dapatkan informasi bahwa lebih dari hal itu dalam arti jika bangunan bangunan candi tidak ada kemiripan(saya ambil kesimpulan lebih tua dan atau sama), maka Gunungkidul adalah suatu tempat untuk pemujaan terhadap Sang Pencipta oleh orang-orang terdahulu, dimana daerah sekeliling pemujaan adalah daerah suci dan dikeramatkan, sampai air untuk prosesi di candi ratu Boko diambil dari sini dan dibangunnya candi Banyu Nibo sebagai pemujaan untuk keberlangsungan daerah ini juga.
Yang perlu dicermati menurut saya adalah tentang data antar situs, apakah benar setiap candi memiliki kesamaan arsitektur ataupun tidak, sebab jika saya balik pemikiran ini, jika ternyata arsitektur antar candi tidak sama, maka ada kemungkinan ada suatu sokongan / penghormatan terhadap komunitas tersebut dan bisa dilihat pada zaman kerajaan apa saja dilakukan penghormatan ini, karena pastilah setiap pemerintahan akan memberikan bangunan yang terbaik, jika antar situs sama maka kemungkinan terbesarnya adalah daerah ini memiliki suatu tempat pemujaan terbesar berupa candi pemujaan yang cakupannya lebih besar dibanding kompleks percandian daerah Dieng.
TIADA KATA SEPANTAS "SELAMAT DATANG" untuk memulai
Blogs ini didedikasikan untuk masyarakat Gunungkidul, agar sadar bagaimana bangganya dirinya terhadap tanah kelahirannya, dan Jawa Dwipa.
Isi blogs ini adalah hasil pemikiran dan sumbang saran dari berbagai sumber baik dari buku, literatur,perorangan.
Dituangkan dengan cara pikir pribadi.
Thursday, June 14, 2007
SEBATAS MENCARI BENANG MERAH
Jun 6, '07 5:36 AMfor everyone
SEBATAS MENCARI BENANG MERAH
Beberapa hari yang lalu saya memaksakan diri untuk menulis untuk kelanjutan blog ini, mengingat apa saja data yang saya lewatkan begitu saja.Akhirnya saya menulis secepat mungkin takut antara yang saya pikirkan keburu hilang karena belum sempat saya tulis, untuk mengkoreksi keabsahan pemikiran saya maka bertanyalah saya ke sumber informasi saya, yang membuat saya kaget saya dianggap terlalu menganggap daerah Gunungkidul sebagai sesuatu hal yang sangat dibesar besarkan pada pola pikir saya, sehingga saya akan secara egois seolah olah Gunungkidul dari centerpointnya dari sejarah masalalu padahal Gunungkidul hanya bagian kecil dari kebesaran masa lalu Jawadwipa. Anggapan ini saya bantah sebab sebelumnya saya juga mencantumkan di post sebelumnya " dengan tidak merendahkan atau menyamakan dengan daerah lain".
Maksud saya, daerah yang sejarahnya saya ketahui dan dekat dengan saya adalah Gunungkidul tempat kelahiran saya, maka jika saya bisa mengerti Gunungkidul maka saya bisa meluaskan sayap pengetahuan ini sedikit demi sedikit walau harus maju mundur dalam berpikir, tapi saya rasa inilah nikmatnya menikmati sejarah.
Akhirnya setelah saya berikan alasan seperti di atas, sumber informasi saya bisa mengerti dan mendukung saya dengan salah satu jalan mengarahkan saya bagaimana saya harus mmebuat alur penulisan dan menekankan bahwa harus urut dan bisa dimengerti. Beberapa hari yang lalu malah saya disarankan untuk membeli majalah komputer yang membahas blog agar blog saya nantinya lebih kredibel.Suatu dorongan yang sangat menantang, akhirnya saya memutuskan untuk tetap maju dan kamarin saya mendapat tanggapan atas email saya kepada dosen arkeologi UGM (bapak Andi Putranto melalui bantuan bapak Yuwono-dosen arkeologi juga), setidaknya pintu telah terbuka lebar tinggal saya melangkah meniti jalan yang masih sangat panjang.
Doakan ya, agar ilmu didalam otak ini terus bertambah.
badai laut selatan
Jun 6, '07 5:36 AMfor everyone
SEBATAS MENCARI BENANG MERAH
Beberapa hari yang lalu saya memaksakan diri untuk menulis untuk kelanjutan blog ini, mengingat apa saja data yang saya lewatkan begitu saja.Akhirnya saya menulis secepat mungkin takut antara yang saya pikirkan keburu hilang karena belum sempat saya tulis, untuk mengkoreksi keabsahan pemikiran saya maka bertanyalah saya ke sumber informasi saya, yang membuat saya kaget saya dianggap terlalu menganggap daerah Gunungkidul sebagai sesuatu hal yang sangat dibesar besarkan pada pola pikir saya, sehingga saya akan secara egois seolah olah Gunungkidul dari centerpointnya dari sejarah masalalu padahal Gunungkidul hanya bagian kecil dari kebesaran masa lalu Jawadwipa. Anggapan ini saya bantah sebab sebelumnya saya juga mencantumkan di post sebelumnya " dengan tidak merendahkan atau menyamakan dengan daerah lain".
Maksud saya, daerah yang sejarahnya saya ketahui dan dekat dengan saya adalah Gunungkidul tempat kelahiran saya, maka jika saya bisa mengerti Gunungkidul maka saya bisa meluaskan sayap pengetahuan ini sedikit demi sedikit walau harus maju mundur dalam berpikir, tapi saya rasa inilah nikmatnya menikmati sejarah.
Akhirnya setelah saya berikan alasan seperti di atas, sumber informasi saya bisa mengerti dan mendukung saya dengan salah satu jalan mengarahkan saya bagaimana saya harus mmebuat alur penulisan dan menekankan bahwa harus urut dan bisa dimengerti. Beberapa hari yang lalu malah saya disarankan untuk membeli majalah komputer yang membahas blog agar blog saya nantinya lebih kredibel.Suatu dorongan yang sangat menantang, akhirnya saya memutuskan untuk tetap maju dan kamarin saya mendapat tanggapan atas email saya kepada dosen arkeologi UGM (bapak Andi Putranto melalui bantuan bapak Yuwono-dosen arkeologi juga), setidaknya pintu telah terbuka lebar tinggal saya melangkah meniti jalan yang masih sangat panjang.
Doakan ya, agar ilmu didalam otak ini terus bertambah.
badai laut selatan
BENARKAH SAYA MENARIK BENANG MERAH
Sebelum saya menulis post saya tentang "sebatas mencari benang merah", saya mengunjungi museum Nasional/museum gajah, ada satu hal yang menarik yang tadinya saya tak begitu tertarik apalagi menggabungkan informasinya ke blogs saya. Yaitu sewaktu saya mengunjungi bagian keramiknya, di sana terdapat sebuah benda pada masa Majapahit yang terbuat dari batu putih. Masih terlihat jelas ukiran ukiranyang sangat halus, mengingatkan saya akan kerajinan batu pasa yang beberapa waktu ini menjadi komoditi jual baik secara bahan mentah maupun bahan jadi. Batu paras ini dipergunakan sebagai hiasan/ornamen tembok.Di tempat saya, Gunungkidul, ada beberapa tempat penghasil barang ini, salah satunya adalah dusun Gondhang, Desa Gari.
Saya berpikir, mungkinkah ini adalah prototipe craftmanship dari bangunan situs-situs yang ada di tempat kami.
Jika di Muntilan, Jawa Tengah terdapat para pengrajin dari batu hitam karena berdekatan dengan candi Borobudur, maka layakkah saya berpikir bahwa salah satu tempat di desa saya juga bagian dari adanya situs situs ini, cukupkah saya menyebut beberapa fakta sebagai pendukung semisal, dahulu sebelum tembok rumah dari batu bata dan semen pasir mulai dipergunakan, penduduk di Gunungkidul(beberapa sampai sekarang) untuk fondasinya menggunakan balok dari batu putih yang disebut sebagai giring, juga alas/tatakan tiang yang disebut ompak, ubin atau tegel, juga alat menampung air untuk mandi yang disebut jembangan.Apakah kerajinan batu paras tersebut adalah salah satu unsur detail yang dipakai untuk pembangunan candi/situs ini.Melihat bahwa bangunan candi yang terbuat dari batu putih untuk daerah Gunungkidul kala itu tentunya dibutuhkan suatu teknis khusus dalam proses penggabungan ataupun perawatannya, sebab kala itu Gunungkidul adalah daerah dengan tingkat kelembapan tinggi sebab daerah ini dulunya adalah sebuah daerah subur dan berair, sehingga bangunan yang terbuat dari batu kapur akan rentan dengan proses pelumutan dan pengeropsan akibat air hujan maupun serapan air permukaan tanah. Jadi pihak yang mempunyai inisiatif membangun candi tersebut pastilah memiliki ilmu pengetahuan yang sangat tinggi kala itu, bahkan sampai sekarang.
Tadinya saya berandai andai, jika jenis barang yang saya lihat di musem Nasional dengan yang ada di Gunungkidul sama, dalam arti bahwa pembangunan nya oleh masa pemerintahan Majapahit, tentulah pihak penguasa memiliki suatu keterikatan khusus terhadap daerah Gunungkidul walaupun terbentak jarak yang sangat jauh waktu tempuhnya, Majapahit berada di Jawa Timur sedangkan Gunungkidul ada di Yogyakarta bagian selatan.Yang semakin menjadi beban ketidak tahuan saya adalah, apa yang membuat keterikatan ini, apakah Majapahit memperlakukan Gunungkidul seperti halnya apa yang di tulis di candi Palah, "marek i jon hyang Acalapati bhakti sadara", pemujaan terhadap gunung., tentunya saya tidak berani mensejajarkan apa yang dipuja di candi palah dengan pemikiran saya tentang Gunungkidul.
Di email pak Andi Putranto(dosen arkeologi UGM) kepada saya menyebutkan bahwa benda bagian situs yang ada di Gunungkidul berbeda dengan benda yang dari Majapahit, malah tidak mirip dari masa kerajaan yang ada di Jawa Tengah bahkan Yogyakarta sekalipun.
Padahal saya sebelumnya menganggap mendapat titik terang dari pemikiran saya bahwa bangunan itu adalah atas kemauan pemerintah Majapahit, sehingga saya waktu itu menyimpulkan: Gunungkidul adalah salah satu tempat yang dianggap penting pada masa Majapahit, sehingga didirikanlah beberapa candi untuk memuja daerah ini.Selain itu mengingat Majapahit saja yang begitu jauh dari gunungkidul melakukan pembangunan candi maka secara pasti kerajaan-kerajaan sebelum Majapahit melakukan hal yang kurang lebih sama, sampai jauh sebelum kerajaan-kerajaan lainnya, sehingga di daerah Gunungkidul ditemukan dua peninggalan pada masa yang berbeda yaitu masa klasik tua berupa menhir dan sarkofagus , dan peninggalan pada masa klasik muda berupa bangunan candi.
Namun sampai hari ini saya belum terpikir akan benang merah yang saya cari......
Sebelum saya menulis post saya tentang "sebatas mencari benang merah", saya mengunjungi museum Nasional/museum gajah, ada satu hal yang menarik yang tadinya saya tak begitu tertarik apalagi menggabungkan informasinya ke blogs saya. Yaitu sewaktu saya mengunjungi bagian keramiknya, di sana terdapat sebuah benda pada masa Majapahit yang terbuat dari batu putih. Masih terlihat jelas ukiran ukiranyang sangat halus, mengingatkan saya akan kerajinan batu pasa yang beberapa waktu ini menjadi komoditi jual baik secara bahan mentah maupun bahan jadi. Batu paras ini dipergunakan sebagai hiasan/ornamen tembok.Di tempat saya, Gunungkidul, ada beberapa tempat penghasil barang ini, salah satunya adalah dusun Gondhang, Desa Gari.
Saya berpikir, mungkinkah ini adalah prototipe craftmanship dari bangunan situs-situs yang ada di tempat kami.
Jika di Muntilan, Jawa Tengah terdapat para pengrajin dari batu hitam karena berdekatan dengan candi Borobudur, maka layakkah saya berpikir bahwa salah satu tempat di desa saya juga bagian dari adanya situs situs ini, cukupkah saya menyebut beberapa fakta sebagai pendukung semisal, dahulu sebelum tembok rumah dari batu bata dan semen pasir mulai dipergunakan, penduduk di Gunungkidul(beberapa sampai sekarang) untuk fondasinya menggunakan balok dari batu putih yang disebut sebagai giring, juga alas/tatakan tiang yang disebut ompak, ubin atau tegel, juga alat menampung air untuk mandi yang disebut jembangan.Apakah kerajinan batu paras tersebut adalah salah satu unsur detail yang dipakai untuk pembangunan candi/situs ini.Melihat bahwa bangunan candi yang terbuat dari batu putih untuk daerah Gunungkidul kala itu tentunya dibutuhkan suatu teknis khusus dalam proses penggabungan ataupun perawatannya, sebab kala itu Gunungkidul adalah daerah dengan tingkat kelembapan tinggi sebab daerah ini dulunya adalah sebuah daerah subur dan berair, sehingga bangunan yang terbuat dari batu kapur akan rentan dengan proses pelumutan dan pengeropsan akibat air hujan maupun serapan air permukaan tanah. Jadi pihak yang mempunyai inisiatif membangun candi tersebut pastilah memiliki ilmu pengetahuan yang sangat tinggi kala itu, bahkan sampai sekarang.
Tadinya saya berandai andai, jika jenis barang yang saya lihat di musem Nasional dengan yang ada di Gunungkidul sama, dalam arti bahwa pembangunan nya oleh masa pemerintahan Majapahit, tentulah pihak penguasa memiliki suatu keterikatan khusus terhadap daerah Gunungkidul walaupun terbentak jarak yang sangat jauh waktu tempuhnya, Majapahit berada di Jawa Timur sedangkan Gunungkidul ada di Yogyakarta bagian selatan.Yang semakin menjadi beban ketidak tahuan saya adalah, apa yang membuat keterikatan ini, apakah Majapahit memperlakukan Gunungkidul seperti halnya apa yang di tulis di candi Palah, "marek i jon hyang Acalapati bhakti sadara", pemujaan terhadap gunung., tentunya saya tidak berani mensejajarkan apa yang dipuja di candi palah dengan pemikiran saya tentang Gunungkidul.
Di email pak Andi Putranto(dosen arkeologi UGM) kepada saya menyebutkan bahwa benda bagian situs yang ada di Gunungkidul berbeda dengan benda yang dari Majapahit, malah tidak mirip dari masa kerajaan yang ada di Jawa Tengah bahkan Yogyakarta sekalipun.
Padahal saya sebelumnya menganggap mendapat titik terang dari pemikiran saya bahwa bangunan itu adalah atas kemauan pemerintah Majapahit, sehingga saya waktu itu menyimpulkan: Gunungkidul adalah salah satu tempat yang dianggap penting pada masa Majapahit, sehingga didirikanlah beberapa candi untuk memuja daerah ini.Selain itu mengingat Majapahit saja yang begitu jauh dari gunungkidul melakukan pembangunan candi maka secara pasti kerajaan-kerajaan sebelum Majapahit melakukan hal yang kurang lebih sama, sampai jauh sebelum kerajaan-kerajaan lainnya, sehingga di daerah Gunungkidul ditemukan dua peninggalan pada masa yang berbeda yaitu masa klasik tua berupa menhir dan sarkofagus , dan peninggalan pada masa klasik muda berupa bangunan candi.
Namun sampai hari ini saya belum terpikir akan benang merah yang saya cari......
Kapan, Siapkah Kami?
May 30, '07 6:17 AMfor everyone
Jawa Bagian Selatan Rawan Gempa
- Pergeseran lempeng Indo - Australia menumbuk Eurasia mencapai tujuh sentimeter per tahun di pesisir selatan Jawa. Meski tidak secepat pergeseran Lempeng Pasifik di timur Papua, Kondisi ini menjadikan Jawa paling rawan bencana
Inilah yang membuat saya terus dan terus berpikir kapan dan seperti apa kejadiannya nanti. Dari hanya sebatas keingian tahuan yang membuat saya terus menulis blogs ini,maka saya dengan segala keterbatasan ini mencoba untuk mengerti apa yang bisa saya mengerti karena secara profesi saya tak termasuk untuk berpikir seperti ini, jadi kalaupun kadang tidak masuk akal, tak jadi soal toh ini adalah pemikiran awam dan untuk saya sendiri.
Sebelum berita itu saya baca, beberapa informasi telah saya dapatkan baik verbal maupun non verbal, baik yang dimengerti maupun yang tidak. Kategori yang tidak bisa dimengerti tetap saya masukkan sebab dalam hal ini dari unsur cerita yang lalu, maupun jongko/jangka. Di post sebelumnya telah saya sebutkan bahwa jongko berbeda dengan ramalan, sebab jongko meliputi hitungan matematis bukan mistis, saya sangat salut untuk para pembuat jongko ini, sebutlah Jongko/Jangka Jayabaya, mengapa demikian? Untuk sebuah masalalu yang untuk saat ini kita anggap di era modern ternyata pada masa itu perhitungan dan "niteni" telah berkembang dengan sangat baiknya.
Kita saat ini tentunya bangga dengan era modern dengan fasilitas komputer, satelit. Namun satu hal yang kadang terlewat adalah dengan hati dan niteni, nguwaske, setiti. Bukan berarti saya tidak memandang kemajuan sekarang dan menomorsatukan segala atas kejayaan masalalu, tapi inilah fakta bahwa kita/saya tidak bisa lepas dari sebuah kemajuan lalu dengan kemajuan sekarang.
Sekali lagi tentang gempa, masalalu telah meprediksi akan terjadinya hal ini, dalam kompas tanggal 28 Mei 2007 disebutkan bahwa gempa yang tercatat beberapa diantaranya terletak pada masa bulan purnama ataupun bulan mati, berikut petikan berita di Kompas tanggal 28 mei 2007:
Beberapa gempa terjadi sekitar bulan baru dan purnama, misalnya gempa Alor (12 November 2004) terjadi pada bulan baru (28 Ramadhan 1425), gempa Nabire (26 November 2004) menjelang purnama (13 Syawal 1425), gempa Aceh (26 Desember 2004) terjadi saat purnama (14 Zulkaidah 1425), gempa Simeulue (26 Februari 2005) terjadi setelah purnama (16 Muharam 1426), gempa Nias (28 Maret 2005) terjadi setelah purnama (17 Safar 1426), gempa Mentawai (10 April 2005) terjadi pada bulan baru (1 Rabiul Awal 1426), dan gempa Yogyakarta (27 Mei 2006) terjadi menjelang bulan baru (29 Rabiuts Tsaniah 1427).
Planet pun bisa diketahui kapan orbitnya mendekati matahari, bumi, bulan dan matahri bisa diprediksi kapan dalam formasi garis lurus, tentunya semuanya bisa dihitung dan dinalarkan, jauh beratus ratus tahun yang lalu kesimpulan ini telah diketahui dan dari kejadian yang ada di tulis menjadi sebuah jangka(terlepas dari kemampuan lebih untuk melihat kejadian yang belum terjadi, ngerti sak durunge winarah).
Jadi apa yang akan terjadi di Jawa Dwipa, akankah semuanya akan dimulai dari nol lagi sebagai titik balik garis nisbi sebuah peradaban, lantas bagaimana dengan Gunungkidul, mungkinkah post saya yang berjudul "gempa setahun lalu dan sejarah yang akan datang" bisa saya ambil garis merahnya untuk saya pribadi!?
May 30, '07 6:17 AMfor everyone
Jawa Bagian Selatan Rawan Gempa
- Pergeseran lempeng Indo - Australia menumbuk Eurasia mencapai tujuh sentimeter per tahun di pesisir selatan Jawa. Meski tidak secepat pergeseran Lempeng Pasifik di timur Papua, Kondisi ini menjadikan Jawa paling rawan bencana
Inilah yang membuat saya terus dan terus berpikir kapan dan seperti apa kejadiannya nanti. Dari hanya sebatas keingian tahuan yang membuat saya terus menulis blogs ini,maka saya dengan segala keterbatasan ini mencoba untuk mengerti apa yang bisa saya mengerti karena secara profesi saya tak termasuk untuk berpikir seperti ini, jadi kalaupun kadang tidak masuk akal, tak jadi soal toh ini adalah pemikiran awam dan untuk saya sendiri.
Sebelum berita itu saya baca, beberapa informasi telah saya dapatkan baik verbal maupun non verbal, baik yang dimengerti maupun yang tidak. Kategori yang tidak bisa dimengerti tetap saya masukkan sebab dalam hal ini dari unsur cerita yang lalu, maupun jongko/jangka. Di post sebelumnya telah saya sebutkan bahwa jongko berbeda dengan ramalan, sebab jongko meliputi hitungan matematis bukan mistis, saya sangat salut untuk para pembuat jongko ini, sebutlah Jongko/Jangka Jayabaya, mengapa demikian? Untuk sebuah masalalu yang untuk saat ini kita anggap di era modern ternyata pada masa itu perhitungan dan "niteni" telah berkembang dengan sangat baiknya.
Kita saat ini tentunya bangga dengan era modern dengan fasilitas komputer, satelit. Namun satu hal yang kadang terlewat adalah dengan hati dan niteni, nguwaske, setiti. Bukan berarti saya tidak memandang kemajuan sekarang dan menomorsatukan segala atas kejayaan masalalu, tapi inilah fakta bahwa kita/saya tidak bisa lepas dari sebuah kemajuan lalu dengan kemajuan sekarang.
Sekali lagi tentang gempa, masalalu telah meprediksi akan terjadinya hal ini, dalam kompas tanggal 28 Mei 2007 disebutkan bahwa gempa yang tercatat beberapa diantaranya terletak pada masa bulan purnama ataupun bulan mati, berikut petikan berita di Kompas tanggal 28 mei 2007:
Beberapa gempa terjadi sekitar bulan baru dan purnama, misalnya gempa Alor (12 November 2004) terjadi pada bulan baru (28 Ramadhan 1425), gempa Nabire (26 November 2004) menjelang purnama (13 Syawal 1425), gempa Aceh (26 Desember 2004) terjadi saat purnama (14 Zulkaidah 1425), gempa Simeulue (26 Februari 2005) terjadi setelah purnama (16 Muharam 1426), gempa Nias (28 Maret 2005) terjadi setelah purnama (17 Safar 1426), gempa Mentawai (10 April 2005) terjadi pada bulan baru (1 Rabiul Awal 1426), dan gempa Yogyakarta (27 Mei 2006) terjadi menjelang bulan baru (29 Rabiuts Tsaniah 1427).
Planet pun bisa diketahui kapan orbitnya mendekati matahari, bumi, bulan dan matahri bisa diprediksi kapan dalam formasi garis lurus, tentunya semuanya bisa dihitung dan dinalarkan, jauh beratus ratus tahun yang lalu kesimpulan ini telah diketahui dan dari kejadian yang ada di tulis menjadi sebuah jangka(terlepas dari kemampuan lebih untuk melihat kejadian yang belum terjadi, ngerti sak durunge winarah).
Jadi apa yang akan terjadi di Jawa Dwipa, akankah semuanya akan dimulai dari nol lagi sebagai titik balik garis nisbi sebuah peradaban, lantas bagaimana dengan Gunungkidul, mungkinkah post saya yang berjudul "gempa setahun lalu dan sejarah yang akan datang" bisa saya ambil garis merahnya untuk saya pribadi!?
BENCANA SETAHUN LALU DAN CERITA AKAN DATANG
Hari ini secara hitungan masehi genap 1 tahun gempa di Yogyakarta yang effectnya juga di Gunungkidul , Mungkinkah gempa di pantai selatan tersebut adalah perubahan sejarah masa lalu?
Dari koran Kompas saya tadi mebaca artikel tentang palung yang ada di samudra Hindia, sebutlah sebagai laut selatan. Dimana terdapat palung yang sanagt dalam yang memungkinkan pergesaran pergesaran letak lapisan bumi.Saya sebagai orang Gunungkidul, gempa yang dirasakan di daerah saya selalu saya hubungkan dengan dua tempat yaitu Gunung Merapi dan Pantai selatan, Rasanya hal ini wajar menurut saya dengan tak terikat dari bidang disiplin ilmu apapun, hanya saja saya mencoba mengumpulkan beberapa catatan kejadian kemudian saya rangkum dan saya simpulkan untuk saya sendiri.
berikut beberapa cuplikan berita yang saya kumpulkan mengenai pasca gempa 27 mei 2006 beberapa catatan yang lain.
1. 06 juni 2006, daerah kabupaten Sleman yaitu di Cangkringan di area candi Kedulan keluar lumpur hitam berbau belerang dan unsur silica
2. 12 juni 2006, dimuat di Kompas : pasca gempa menimbulkan kembali aktifnya sesar sesar minor di sekitar sesar utama pada wilayah timur dan barat DIY, pada sisi timur yaitu di daerah Gunungkidul dan timur pegunungan menoreh (sesar opak - oya). Sesar minor ini panjangnya kurang lebih dari ratusan meter sampai 1 km.
3. Daerah Banyusoca, Panggang, Gunungkidul terdapat gema dari dalam tanah seperti benda jatuh ke kedalaman.
4. Daerah Bukit Boyo, Mbuyutan, Gedangsari, Ngawen keluar gas dari dalam tanah, berbau belerang.
5. 02 agustus 2006 jam 11:01 gempa 3,1 skala Richter epicentrum di Panggang, Gk
6. 27 mei 2007 jam 12:50:54 (baru saja) gempa 4,7 SR epicentrum di perairan cilacap
7. 10 juni 1867 gempa besar melanda jogja(saya belum tahu detailnya seperti apa)
Seberapa besar pengaruh gempa ini terhadap perubahan lingkungan Gunungkidul?!!
Sekarang dan dari dulu saya berandai, mungkinkah akan ada gempa yang lebih besar dari setahun yang lalu? saya jawab untuk saya sendiri "YA", kenapa saya jawab demikian, setidaknya saya akan melihat sejarah masalalu seperti apa situasinya, jujur saya dalam hal ini mengambil sisi ilmu jangka yang orang sebut sebagai mistik, ataupun ramalan, Tadinya saya berpikir demikian namun saya disadarkan makna jangka sebagai ilmu hitungan baik waktu , kejadian yang akan datang, beda donk dengan ramalan.
Jika terjadi gempa besar kemungkinan terjadinya di Pantai Selatan lagi dengan timbulnya tsunami( beberapa ahli mengemukakan hal ini jauh sebelum tsunami aceh), dan hal ini saya jadikan info penting, sebab jika terjadi gempa lebih besar berarti rongga di daerah daerah seperti banyusoca, daerah Bukit Pathuk bakalan runtuh. Mengapa demikian, gempa 1 thaun yang lalu berakibat sebagai berikut, gempa yang merembet yang merupakah sesar opak berlokasi di pinggiran bukit pathuk/sisi paling barat Gunungkidul, akibat dari gempa ini wilayah piyungan ke selatan dan utara rata tanah, sementara daerah pathuk, ke arah selatan yaitu dlingo dan ke arah utara adalah Gedhangsari kerusakan sangat besar, namun tidak ada kerusakan berupa longsor tanah di sisi bukit sebelah barat, namun terjadi retak tanah yang momotong jalan tepat di samping perbatasan GK denagn Bantul. Selain itu diikuti selang beberapa hari kemudian suara "glung" di daerah Panggang, kemudian tanggal 02 agustus kemudian gempa terjadi lagi kali ini epicentrum di panggang.
Gempa ini pastilah energinya merembat, hanyas saja ketika menyentuh daerah Gunungkidul , terisolasi oleh struktur bebatuan bukit Pathuk, sehingga getaran paling kuat adalah di sisi redaman itu yaitu di aera pathuk tersebut. Menurut saya, gempa yang merambat dan teredam justru mengakibatan pantulan gempa di sekitarnya yang kekuatannya berulang ulang tetapi intensitasnya menurun, bagaimanapun juga structur tanah gunungkidul di 3 zona ini adalah batu kapur yang banyak dilalui sungai bawah tanah, tentunya seperti halnya strukturnya mirip keju yang berlubang lubang .Disinilah sebnarnya bahaya tidak terpikirkan banyak orang, setelah gempa usai justru tersembunyi bahaya yang sama besarnya di sisi bukit Pathuk berupa labilnya struktur bukit.
Saya harus mengingat kembali sejarah Gunungkidul, seperti halnya batu kapur yang dibakar untuk dijadikan batu gamping, pada saat kering batu ini sama kuatnya namun pada saat terkena air dia akan mengeluarkan gas, panas dan berubah menjadi bubuk, demikian juga batu batu ini di bawah Gunungkidul. Sekarang ini menurut saya batu batu ini telah berubah formasi karena gempa 1 tahun yang lalu, yang notabene seperti batu gamping yang formasinya berubah jadi tidak begitu mempunyai effect ke sekelilingnya, namun ketika kena air lihatlah reaksinya, dari mana asal air ini? menurut pemikiran, Pathuk yang merupakan benteng sisi barat oleh zona baturagung dibawahnya mengalir air bawah tanah ke arah barat dans selatan sisa/jejak air zona Ledhok, pada saat gempa besar yang diikuti tsunami, air dari utara ke selatan akan berbalik arah dan lebih besar, sehingga kuantitas air akan mencapai permukaan, saya cenderung berpikir demikian mengingat spenjang pantai selatan gunungkidul dibentengi pegunungan seribu, tapi di bawahnya banyak sekali aliran sungai bawah tanah. sehingga mirip dengan sebuah corong .
Hari ini secara hitungan masehi genap 1 tahun gempa di Yogyakarta yang effectnya juga di Gunungkidul , Mungkinkah gempa di pantai selatan tersebut adalah perubahan sejarah masa lalu?
Dari koran Kompas saya tadi mebaca artikel tentang palung yang ada di samudra Hindia, sebutlah sebagai laut selatan. Dimana terdapat palung yang sanagt dalam yang memungkinkan pergesaran pergesaran letak lapisan bumi.Saya sebagai orang Gunungkidul, gempa yang dirasakan di daerah saya selalu saya hubungkan dengan dua tempat yaitu Gunung Merapi dan Pantai selatan, Rasanya hal ini wajar menurut saya dengan tak terikat dari bidang disiplin ilmu apapun, hanya saja saya mencoba mengumpulkan beberapa catatan kejadian kemudian saya rangkum dan saya simpulkan untuk saya sendiri.
berikut beberapa cuplikan berita yang saya kumpulkan mengenai pasca gempa 27 mei 2006 beberapa catatan yang lain.
1. 06 juni 2006, daerah kabupaten Sleman yaitu di Cangkringan di area candi Kedulan keluar lumpur hitam berbau belerang dan unsur silica
2. 12 juni 2006, dimuat di Kompas : pasca gempa menimbulkan kembali aktifnya sesar sesar minor di sekitar sesar utama pada wilayah timur dan barat DIY, pada sisi timur yaitu di daerah Gunungkidul dan timur pegunungan menoreh (sesar opak - oya). Sesar minor ini panjangnya kurang lebih dari ratusan meter sampai 1 km.
3. Daerah Banyusoca, Panggang, Gunungkidul terdapat gema dari dalam tanah seperti benda jatuh ke kedalaman.
4. Daerah Bukit Boyo, Mbuyutan, Gedangsari, Ngawen keluar gas dari dalam tanah, berbau belerang.
5. 02 agustus 2006 jam 11:01 gempa 3,1 skala Richter epicentrum di Panggang, Gk
6. 27 mei 2007 jam 12:50:54 (baru saja) gempa 4,7 SR epicentrum di perairan cilacap
7. 10 juni 1867 gempa besar melanda jogja(saya belum tahu detailnya seperti apa)
Seberapa besar pengaruh gempa ini terhadap perubahan lingkungan Gunungkidul?!!
Sekarang dan dari dulu saya berandai, mungkinkah akan ada gempa yang lebih besar dari setahun yang lalu? saya jawab untuk saya sendiri "YA", kenapa saya jawab demikian, setidaknya saya akan melihat sejarah masalalu seperti apa situasinya, jujur saya dalam hal ini mengambil sisi ilmu jangka yang orang sebut sebagai mistik, ataupun ramalan, Tadinya saya berpikir demikian namun saya disadarkan makna jangka sebagai ilmu hitungan baik waktu , kejadian yang akan datang, beda donk dengan ramalan.
Jika terjadi gempa besar kemungkinan terjadinya di Pantai Selatan lagi dengan timbulnya tsunami( beberapa ahli mengemukakan hal ini jauh sebelum tsunami aceh), dan hal ini saya jadikan info penting, sebab jika terjadi gempa lebih besar berarti rongga di daerah daerah seperti banyusoca, daerah Bukit Pathuk bakalan runtuh. Mengapa demikian, gempa 1 thaun yang lalu berakibat sebagai berikut, gempa yang merembet yang merupakah sesar opak berlokasi di pinggiran bukit pathuk/sisi paling barat Gunungkidul, akibat dari gempa ini wilayah piyungan ke selatan dan utara rata tanah, sementara daerah pathuk, ke arah selatan yaitu dlingo dan ke arah utara adalah Gedhangsari kerusakan sangat besar, namun tidak ada kerusakan berupa longsor tanah di sisi bukit sebelah barat, namun terjadi retak tanah yang momotong jalan tepat di samping perbatasan GK denagn Bantul. Selain itu diikuti selang beberapa hari kemudian suara "glung" di daerah Panggang, kemudian tanggal 02 agustus kemudian gempa terjadi lagi kali ini epicentrum di panggang.
Gempa ini pastilah energinya merembat, hanyas saja ketika menyentuh daerah Gunungkidul , terisolasi oleh struktur bebatuan bukit Pathuk, sehingga getaran paling kuat adalah di sisi redaman itu yaitu di aera pathuk tersebut. Menurut saya, gempa yang merambat dan teredam justru mengakibatan pantulan gempa di sekitarnya yang kekuatannya berulang ulang tetapi intensitasnya menurun, bagaimanapun juga structur tanah gunungkidul di 3 zona ini adalah batu kapur yang banyak dilalui sungai bawah tanah, tentunya seperti halnya strukturnya mirip keju yang berlubang lubang .Disinilah sebnarnya bahaya tidak terpikirkan banyak orang, setelah gempa usai justru tersembunyi bahaya yang sama besarnya di sisi bukit Pathuk berupa labilnya struktur bukit.
Saya harus mengingat kembali sejarah Gunungkidul, seperti halnya batu kapur yang dibakar untuk dijadikan batu gamping, pada saat kering batu ini sama kuatnya namun pada saat terkena air dia akan mengeluarkan gas, panas dan berubah menjadi bubuk, demikian juga batu batu ini di bawah Gunungkidul. Sekarang ini menurut saya batu batu ini telah berubah formasi karena gempa 1 tahun yang lalu, yang notabene seperti batu gamping yang formasinya berubah jadi tidak begitu mempunyai effect ke sekelilingnya, namun ketika kena air lihatlah reaksinya, dari mana asal air ini? menurut pemikiran, Pathuk yang merupakan benteng sisi barat oleh zona baturagung dibawahnya mengalir air bawah tanah ke arah barat dans selatan sisa/jejak air zona Ledhok, pada saat gempa besar yang diikuti tsunami, air dari utara ke selatan akan berbalik arah dan lebih besar, sehingga kuantitas air akan mencapai permukaan, saya cenderung berpikir demikian mengingat spenjang pantai selatan gunungkidul dibentengi pegunungan seribu, tapi di bawahnya banyak sekali aliran sungai bawah tanah. sehingga mirip dengan sebuah corong .
Tuesday, June 12, 2007
BENCANA SETAHUN LALU DAN CERITA AKAN DATANG
Hari ini secara hitungan masehi genap 1 tahun gempa di Yogyakarta yang effectnya juga di Gunungkidul , Mungkinkah gempa di pantai selatan tersebut adalah awal perubahan sejarah masa lalu?
Dari koran Kompas saya tadi mebaca artikel tentang palung yang ada di samudra Hindia, sebutlah sebagai laut selatan. Dimana terdapat palung yang sanagt dalam yang memungkinkan pergesaran pergesaran letak lapisan bumi.Saya sebagai orang Gunungkidul, gempa yang dirasakan di daerah saya selalu saya hubungkan dengan dua tempat yaitu Gunung Merapi dan Pantai selatan, Rasanya hal ini wajar menurut saya dengan tak terikat dari bidang pendidikan apapun, hanya saja saya mencoba mengumpulkan beberapa catatan kejadian kemudian saya rangkum dan saya simpulkan untuk saya sendiri.
berikut beberapa cuplikan berita yang saya kumpulkan mengenai gempa 27 mei 2006 sampai beberapa catatan yang lain.
1. 06 juni 2006, daerah kabupaten Sleman yaitu di Cangkringan di area candi Kedulan keluar lumpur hitam berbau belerang dan unsur silica
2. 12 juni 2006, dimuat di Kompas : pasca gempa menimbulkan kembali aktifnya sesar sesar minor di sekitar sesar utama pada wilayah timur dan barat DIY, pada sisi timur yaitu di daerah Gunungkidul dan timur pegunungan menoreh (sesar opak - oya). Sesar minor ini panjangnya kurang lebih dari ratusan meter sampai 1 km.
3. Daerah Banyusoca, Panggang, Gunungkidul terdapat gema dari dalam tanah seperti benda jatuh ke kedalaman.
4. Daerah Bukit Boyo, Mbuyutan, Gedangsari, Ngawen keluar gas dari dalam tanah, berbau belerang.
5. 02 agustus 2006 jam 11:01 gempa 3,1 skala Richter epicentrum di Panggang, Gk
6. 27 mei 2007 jam 12:50:54 (baru saja) gempa 4,7 SR epicentrum di perairan cilacap
7. 10 juni 1867 gempa besar melanda jogja(saya belum tahu detailnya seperti apa)
Seberapa besar pengaruh gempa ini terhadap perubahan lingkungan Gunungkidul?!!
Sekarang dan dari dulu saya berandai, mungkinkah akan ada gempa yang lebih besar dari setahun yang lalu? saya jawab untuk saya sendiri "YA", kenapa sayang jawab demikian, setidaknya saya akan melihat sejarah masalalu seperti apa situasinya, jujur saya dalam hal ini mengambil sisi ilmu jangka yang orang sebut sebagai mistik, ataupun ramalan, Tadinya saya berpikir demikian namun saya disadarkan makna jangka sebgai ilmu hitungan baik waktu , kejadian yang akan datang, beda donk dengan ramalan.
Jika terjadi gempa besar kemungkinan terjadinya di Pantai Selatan lagi dengan timbulnya tsunami( beberapa ahli mengemukakan hal ini jauh sebelum tsunami aceh), dan hal ini saya jadikan info penting, sebab jika terjadi gempa lebih besar berarti rongga di daerah daerah seperti banyusoca, daerah Bukit Pathuk bakalan runtuh. Mengapa demikian, gempa 1 thaun yang lalu berakibat sebagai berikut, gempa yang merembet yang merupakah sesar opak berlokasi di pinggiran bukit pathuk/sisi paling barat Gunungkidul, akibat dari gempa ini wilayah piyungan ke selatan dan utara rata tanah, sementara daerah pathuk, ke arah selatan yaitu dlingo dan ke arah utara adalah Gedhangsari kerusakan sangat besar, namun tidak ada kerusakan berupa longsor tanah di sisi bukit sebelah barat, namun terjadi retak tanah yang momotong jalan tepat di samping perbatasan GK denagn Bantul. Selain itu diikuti selang beberapa hari kemudian suara "glung" di daerah Panggang, kemudian tanggal 02 agustus kemudian gempa terjadi lagi kali ini epicentrum di panggang.
Gempa ini pastilah energinya merembat, hanyas saja ketika menyentuh daerah Gunungkidul , terisolasi oleh struktur bebatuan bukit Pathuk, sehingga getaran paling kuat adalah di sisi redaman itu yaitu di aera pathuk tersebut. Menurut saya, gempa yang merambat dan teredam justru mengakibatan pantulan gempa di sekitarnya yang kekuatannya berulang ulang tetapi intensitasnya menurun, bagaimanapun juga structur tanah gunungkidul di 3 zona ini adalah batu kapur yang banyak dilalui sungai bawah tanah, tentunya seperti halnya strukturnya mirip keju yang berlubang lubang .Disinilah sebnarnya bahaya tidak terpikirkan banyak orang, setelah gempa usai justru tersembunyi bahaya yang sama besarnya di sisi bukit Pathuk berupa labilnya struktur bukit.
Saya harus mengingat kembali sejarah Gunungkidul, seperti halnya batu kapur yang dibakar untuk dijadikan batu gamping, pada saat kering batu ini sama kuatnya namun pada saat terkena air dia akan mengeluarkan gas, panas dan berubah menjadi bubuk, demikian juga batu batu ini di bawah Gunungkidul. Sekarang ini menurut saya batu batu ini telah berubah formasi karena gempa 1 tahun yang lalu, yang notabene seperti batu gamping yang formasinya berubah jadi tidak begitu mempunyai effect ke sekelilingnya, namun ketika kena air lihatlah reaksinya, dari mana asal air ini? menurut pemikiran, Pathuk yang merupakan benteng sisi barat oleh zona baturagung dibawahnya mengalir air bawah tanah ke arah barat dans selatan sisa/jejak air zona Ledhok, pada saat gempa besar yang diikuti tsunami, air dari utara ke selatan akan berbalik arah dan lebih besar, sehingga kuantitas air akan mencapai permukaan, saya cenderung berpikir demikian mengingat spenjang pantai selatan gunungkidul dibentengi pegunungan seribu, tapi di bawahnya banyak sekali aliran sungai bawah tanah. sehingga mirip dengan sebuah corong .
Hari ini secara hitungan masehi genap 1 tahun gempa di Yogyakarta yang effectnya juga di Gunungkidul , Mungkinkah gempa di pantai selatan tersebut adalah awal perubahan sejarah masa lalu?
Dari koran Kompas saya tadi mebaca artikel tentang palung yang ada di samudra Hindia, sebutlah sebagai laut selatan. Dimana terdapat palung yang sanagt dalam yang memungkinkan pergesaran pergesaran letak lapisan bumi.Saya sebagai orang Gunungkidul, gempa yang dirasakan di daerah saya selalu saya hubungkan dengan dua tempat yaitu Gunung Merapi dan Pantai selatan, Rasanya hal ini wajar menurut saya dengan tak terikat dari bidang pendidikan apapun, hanya saja saya mencoba mengumpulkan beberapa catatan kejadian kemudian saya rangkum dan saya simpulkan untuk saya sendiri.
berikut beberapa cuplikan berita yang saya kumpulkan mengenai gempa 27 mei 2006 sampai beberapa catatan yang lain.
1. 06 juni 2006, daerah kabupaten Sleman yaitu di Cangkringan di area candi Kedulan keluar lumpur hitam berbau belerang dan unsur silica
2. 12 juni 2006, dimuat di Kompas : pasca gempa menimbulkan kembali aktifnya sesar sesar minor di sekitar sesar utama pada wilayah timur dan barat DIY, pada sisi timur yaitu di daerah Gunungkidul dan timur pegunungan menoreh (sesar opak - oya). Sesar minor ini panjangnya kurang lebih dari ratusan meter sampai 1 km.
3. Daerah Banyusoca, Panggang, Gunungkidul terdapat gema dari dalam tanah seperti benda jatuh ke kedalaman.
4. Daerah Bukit Boyo, Mbuyutan, Gedangsari, Ngawen keluar gas dari dalam tanah, berbau belerang.
5. 02 agustus 2006 jam 11:01 gempa 3,1 skala Richter epicentrum di Panggang, Gk
6. 27 mei 2007 jam 12:50:54 (baru saja) gempa 4,7 SR epicentrum di perairan cilacap
7. 10 juni 1867 gempa besar melanda jogja(saya belum tahu detailnya seperti apa)
Seberapa besar pengaruh gempa ini terhadap perubahan lingkungan Gunungkidul?!!
Sekarang dan dari dulu saya berandai, mungkinkah akan ada gempa yang lebih besar dari setahun yang lalu? saya jawab untuk saya sendiri "YA", kenapa sayang jawab demikian, setidaknya saya akan melihat sejarah masalalu seperti apa situasinya, jujur saya dalam hal ini mengambil sisi ilmu jangka yang orang sebut sebagai mistik, ataupun ramalan, Tadinya saya berpikir demikian namun saya disadarkan makna jangka sebgai ilmu hitungan baik waktu , kejadian yang akan datang, beda donk dengan ramalan.
Jika terjadi gempa besar kemungkinan terjadinya di Pantai Selatan lagi dengan timbulnya tsunami( beberapa ahli mengemukakan hal ini jauh sebelum tsunami aceh), dan hal ini saya jadikan info penting, sebab jika terjadi gempa lebih besar berarti rongga di daerah daerah seperti banyusoca, daerah Bukit Pathuk bakalan runtuh. Mengapa demikian, gempa 1 thaun yang lalu berakibat sebagai berikut, gempa yang merembet yang merupakah sesar opak berlokasi di pinggiran bukit pathuk/sisi paling barat Gunungkidul, akibat dari gempa ini wilayah piyungan ke selatan dan utara rata tanah, sementara daerah pathuk, ke arah selatan yaitu dlingo dan ke arah utara adalah Gedhangsari kerusakan sangat besar, namun tidak ada kerusakan berupa longsor tanah di sisi bukit sebelah barat, namun terjadi retak tanah yang momotong jalan tepat di samping perbatasan GK denagn Bantul. Selain itu diikuti selang beberapa hari kemudian suara "glung" di daerah Panggang, kemudian tanggal 02 agustus kemudian gempa terjadi lagi kali ini epicentrum di panggang.
Gempa ini pastilah energinya merembat, hanyas saja ketika menyentuh daerah Gunungkidul , terisolasi oleh struktur bebatuan bukit Pathuk, sehingga getaran paling kuat adalah di sisi redaman itu yaitu di aera pathuk tersebut. Menurut saya, gempa yang merambat dan teredam justru mengakibatan pantulan gempa di sekitarnya yang kekuatannya berulang ulang tetapi intensitasnya menurun, bagaimanapun juga structur tanah gunungkidul di 3 zona ini adalah batu kapur yang banyak dilalui sungai bawah tanah, tentunya seperti halnya strukturnya mirip keju yang berlubang lubang .Disinilah sebnarnya bahaya tidak terpikirkan banyak orang, setelah gempa usai justru tersembunyi bahaya yang sama besarnya di sisi bukit Pathuk berupa labilnya struktur bukit.
Saya harus mengingat kembali sejarah Gunungkidul, seperti halnya batu kapur yang dibakar untuk dijadikan batu gamping, pada saat kering batu ini sama kuatnya namun pada saat terkena air dia akan mengeluarkan gas, panas dan berubah menjadi bubuk, demikian juga batu batu ini di bawah Gunungkidul. Sekarang ini menurut saya batu batu ini telah berubah formasi karena gempa 1 tahun yang lalu, yang notabene seperti batu gamping yang formasinya berubah jadi tidak begitu mempunyai effect ke sekelilingnya, namun ketika kena air lihatlah reaksinya, dari mana asal air ini? menurut pemikiran, Pathuk yang merupakan benteng sisi barat oleh zona baturagung dibawahnya mengalir air bawah tanah ke arah barat dans selatan sisa/jejak air zona Ledhok, pada saat gempa besar yang diikuti tsunami, air dari utara ke selatan akan berbalik arah dan lebih besar, sehingga kuantitas air akan mencapai permukaan, saya cenderung berpikir demikian mengingat spenjang pantai selatan gunungkidul dibentengi pegunungan seribu, tapi di bawahnya banyak sekali aliran sungai bawah tanah. sehingga mirip dengan sebuah corong .
Saturday, May 5, 2007
Situs Wiladeg, Candi Risan, Situs Sokoliman, Situs Ngawit, Situs Dengok, Candi Nglemuru, Situs Gondang, Situs Ganang, Situs Gunungbang, Situs Beji, Situs Mangunan.
Kenapa harus saya sebutkan terlebih dahulu kata - kata itu?
Tidakkah semu orang seharusnya semua orang memandang daerah kami? bahkan kami orang-orang Gunungkidul pun tak banyak mengerti hal ini.
Tempat - tempat di atas merupakan adalah tempat tempat peninggalan berupa sisa-sisa bangunan masa lampau yang berbentuk candi atau semacamnya, maka disebut situs karena merujuk suatu tempat(pastilah adalah candi).Ada yang menarik dari tempat tempat ini, yaitu tersebarnya situs/candi ini di sekitar zona perbatasan zona Gunungsewu dengan zona Ledok, selain dari batu putih yang tak kalah menariknya adalah tempat ini bukanlah sebuah candi yang diperuntukkan untuk menempatkan abu jenazah melainkan adalah tempat pemujaan(data dari informasi lisan), mungkinkah candi ini adalah candi perwara atau bangunan pendamping candi induk? hmmm.m..m jika menilik demikian berarti sangat mungkin ada candi induk yang besar yang belum ditemukan, saya jadi terbayang bisa jadi candi induknya ada di bawah rumah saya, atau sekolahan saya, dimanapun itu adalah sebuah ketidakpastian.
Lantas apa yang dipuja dari candi candi ini, karena setidak tidaknya zaman dahulu candi juga dipakai untuk menandai daerah secara khusus.
Sekarang kita tinggalkan sejenak kebingungan di atas, kita alihkan ke Candi Ratu Boko, candi ini disalah artikan sebagai keraton Ratu Boko, ayah dari Roro Jonggrang, ada juga yang menyebut sebagai benteng pertahanan.Dari informasi yang saya dapat dan saya anggap betul adalah bahwa Candi Ratu Boko adalah tempat pembakaran jenazah kemudian abunya di tempatkan disetiap candi yang bersangkutan, mengapa demikian percaya nya saya pada hal itu!, setidaknya fakta yang ada bahwa candi Ratu Boko bermakna sebagai raja alam baka(boko-jawa), alam kematian. Bukankah demikian?, selain itu terdapatnya bangunan kaputren, kasatrian, beberapa kolam pemandian dll adalah bagian dari pola sosial waktu itu, yaitu salah satu kolam sebagai tempat penyucian jenanazah sebelum diperabukan, sedangkan bekas bangunan yang dianggap kaputren, kasatrian memang kala itu adalah tempat para tamu untuk beristirahat. Mengapa bisa demikian? tak lain kadang kita melihat masa lalu sebagai masa kemunduran dibanding masa sekarang, padahal jika kita sadari sebenarnya saat ini kita bukanlah apa-apa jika dibanding masa lalu waktu itu.
Yang ingin saya sampaikan bukanlah sejarah candi tersebut, melainkan akan saya jadikan jembatan penghubung dengan Gunungkidul. Dari mana air yang dipakai untuk mensucikan jenazah tersebut?, tidak jauh dari Candi Ratu Boko ke arah selatan ada Candi Banyu Nibo(air berjatuhan-jatuh). Melihat dari kata "banyu nibo" saya langsung terbayang sebuah air jatuh gemericik secara khusus tentunya, tak jauh dari candi itu adalah area perbukitan Gunungkidul, jadi mungkinkah candi ini sengaja dibangun untuk menandai suatu air terjun atau mata air yang memiliki kekhususan dimana airnya dari danau kuno Gunungkidul?
Mungkinkah air di gunungkidul dipergunakan sebagai air suci untuk memandikan jenazah para raja tanah Jawa yang sekarang abu jenazahnya berada di candi candi yang sudah kita kenal?
Dari pemikiran saya di atas saya jadikan penguat balik blogs saya sebelumnya yang berjudul "batu hitam dan sebuah sejarah"
Kembali lagi ke tulisan saya di atas sebelum ulasan candi Ratu Boko, melihat faham arah mata angin sebagai papat kiblat limo pancer, candi candi tersebut baru mengikuti kurang lebih 2 arah mata angin, yaitu sisi timur di daerah Wiladeg, Karangmojo dan Semin, sedangkan candi di daerah Semanu dan Paliyan mewakili arah barat, berarti ada kemungkinan terdapat candi candi kecil di daerah barat dan utara di zona baturagung dengan titik pusat candi induk di tengah daerah Gunungkidul yaitu di zona Ledok.
Jika candi-candi sekarang ini adalah merupakan candi perwara dalam kelompok kecil maka akan terdapat sebauh candi induk dengan ukuran besar, sedangkan kemungkinan kedua jika situs ini merupakan candi perwara di mana candi induk tidak jauh darinya maka ada kemunkinan kelompok kelompok candi ini membentuk suatu formasi meluputi candi gerbang utama, samping kanan dan kiri serta bangunan pusat sebagaimana halnya sebuah bangunan pemujaan agama Hindu(pola bangunan pura di Bali), sedangkan bangunan pusatnya tepat dekat object utama dalam hal ini adalah kawasan air.
Melihat hasil teknik pemahatan yang sangat kasar serta kesan jauh lebih kuno, saya akan berpikir, kapan atau pada saat pemerintahan kerajaan apa bangunan ini dibuat.Adakah kemungkinan masa masa sebelum Demak, sebab masa itu Islam baru masuk Jawa sehingga kemungkinan besar hal seperti ini dilarang. Atau Majapahit? masalahnya jika pada era Majapahit, bukankah pada saat itu era keemasan masa lalu dari segi bangunan, di mana candi dengan menggunakan batu bata adalah teknik modern kala itu, mana mungkin untuk sebuah Majapahit mencitrakan kebudayaanya dengan pembangunan candi di Gunungkidul sedemikian kasarnya!.Pada masa Mataram kuno? mungkinkah? pada masa ini pembangunan candi dengan batu vulkanik-perlu diingat mengapa banyak candi ditemukan disekitar persawahan, tidak lain untuk pembangunan candi dari batu vulkanik dimana semennya seperti bangunan saat ini menggunakan campuran telur itik dan tetes tebu sehingga untuk suplay dalam jumlah banyak dan secara terus menerus hal ini tidak bisa dilaksanakan di Gunungkidul terutama tetes tebu.
Jika kita memaksakan sebuah argumen bahwa candi di Gunungkidul dibangun sebelum kerajaan kerajaan tersebut di atas, lantas bagaimana dengan fakta bahwa kerajaan atau kebudayaan pertama di mulai di Jawa tengah!, Adakah yang salah dengan penulisan sejarah kita?
Jika sebuah Gunungkidul yang tandus, gersang, minus segalanya saja tidak bisa terpecahkan bagaimana mungkin menyingkap sejarah Jawa Dwipa di mana Gunungkidul hanya secuil bagian dari peradabannya
Kenapa harus saya sebutkan terlebih dahulu kata - kata itu?
Tidakkah semu orang seharusnya semua orang memandang daerah kami? bahkan kami orang-orang Gunungkidul pun tak banyak mengerti hal ini.
Tempat - tempat di atas merupakan adalah tempat tempat peninggalan berupa sisa-sisa bangunan masa lampau yang berbentuk candi atau semacamnya, maka disebut situs karena merujuk suatu tempat(pastilah adalah candi).Ada yang menarik dari tempat tempat ini, yaitu tersebarnya situs/candi ini di sekitar zona perbatasan zona Gunungsewu dengan zona Ledok, selain dari batu putih yang tak kalah menariknya adalah tempat ini bukanlah sebuah candi yang diperuntukkan untuk menempatkan abu jenazah melainkan adalah tempat pemujaan(data dari informasi lisan), mungkinkah candi ini adalah candi perwara atau bangunan pendamping candi induk? hmmm.m..m jika menilik demikian berarti sangat mungkin ada candi induk yang besar yang belum ditemukan, saya jadi terbayang bisa jadi candi induknya ada di bawah rumah saya, atau sekolahan saya, dimanapun itu adalah sebuah ketidakpastian.
Lantas apa yang dipuja dari candi candi ini, karena setidak tidaknya zaman dahulu candi juga dipakai untuk menandai daerah secara khusus.
Sekarang kita tinggalkan sejenak kebingungan di atas, kita alihkan ke Candi Ratu Boko, candi ini disalah artikan sebagai keraton Ratu Boko, ayah dari Roro Jonggrang, ada juga yang menyebut sebagai benteng pertahanan.Dari informasi yang saya dapat dan saya anggap betul adalah bahwa Candi Ratu Boko adalah tempat pembakaran jenazah kemudian abunya di tempatkan disetiap candi yang bersangkutan, mengapa demikian percaya nya saya pada hal itu!, setidaknya fakta yang ada bahwa candi Ratu Boko bermakna sebagai raja alam baka(boko-jawa), alam kematian. Bukankah demikian?, selain itu terdapatnya bangunan kaputren, kasatrian, beberapa kolam pemandian dll adalah bagian dari pola sosial waktu itu, yaitu salah satu kolam sebagai tempat penyucian jenanazah sebelum diperabukan, sedangkan bekas bangunan yang dianggap kaputren, kasatrian memang kala itu adalah tempat para tamu untuk beristirahat. Mengapa bisa demikian? tak lain kadang kita melihat masa lalu sebagai masa kemunduran dibanding masa sekarang, padahal jika kita sadari sebenarnya saat ini kita bukanlah apa-apa jika dibanding masa lalu waktu itu.
Yang ingin saya sampaikan bukanlah sejarah candi tersebut, melainkan akan saya jadikan jembatan penghubung dengan Gunungkidul. Dari mana air yang dipakai untuk mensucikan jenazah tersebut?, tidak jauh dari Candi Ratu Boko ke arah selatan ada Candi Banyu Nibo(air berjatuhan-jatuh). Melihat dari kata "banyu nibo" saya langsung terbayang sebuah air jatuh gemericik secara khusus tentunya, tak jauh dari candi itu adalah area perbukitan Gunungkidul, jadi mungkinkah candi ini sengaja dibangun untuk menandai suatu air terjun atau mata air yang memiliki kekhususan dimana airnya dari danau kuno Gunungkidul?
Mungkinkah air di gunungkidul dipergunakan sebagai air suci untuk memandikan jenazah para raja tanah Jawa yang sekarang abu jenazahnya berada di candi candi yang sudah kita kenal?
Dari pemikiran saya di atas saya jadikan penguat balik blogs saya sebelumnya yang berjudul "batu hitam dan sebuah sejarah"
Kembali lagi ke tulisan saya di atas sebelum ulasan candi Ratu Boko, melihat faham arah mata angin sebagai papat kiblat limo pancer, candi candi tersebut baru mengikuti kurang lebih 2 arah mata angin, yaitu sisi timur di daerah Wiladeg, Karangmojo dan Semin, sedangkan candi di daerah Semanu dan Paliyan mewakili arah barat, berarti ada kemungkinan terdapat candi candi kecil di daerah barat dan utara di zona baturagung dengan titik pusat candi induk di tengah daerah Gunungkidul yaitu di zona Ledok.
Jika candi-candi sekarang ini adalah merupakan candi perwara dalam kelompok kecil maka akan terdapat sebauh candi induk dengan ukuran besar, sedangkan kemungkinan kedua jika situs ini merupakan candi perwara di mana candi induk tidak jauh darinya maka ada kemunkinan kelompok kelompok candi ini membentuk suatu formasi meluputi candi gerbang utama, samping kanan dan kiri serta bangunan pusat sebagaimana halnya sebuah bangunan pemujaan agama Hindu(pola bangunan pura di Bali), sedangkan bangunan pusatnya tepat dekat object utama dalam hal ini adalah kawasan air.
Melihat hasil teknik pemahatan yang sangat kasar serta kesan jauh lebih kuno, saya akan berpikir, kapan atau pada saat pemerintahan kerajaan apa bangunan ini dibuat.Adakah kemungkinan masa masa sebelum Demak, sebab masa itu Islam baru masuk Jawa sehingga kemungkinan besar hal seperti ini dilarang. Atau Majapahit? masalahnya jika pada era Majapahit, bukankah pada saat itu era keemasan masa lalu dari segi bangunan, di mana candi dengan menggunakan batu bata adalah teknik modern kala itu, mana mungkin untuk sebuah Majapahit mencitrakan kebudayaanya dengan pembangunan candi di Gunungkidul sedemikian kasarnya!.Pada masa Mataram kuno? mungkinkah? pada masa ini pembangunan candi dengan batu vulkanik-perlu diingat mengapa banyak candi ditemukan disekitar persawahan, tidak lain untuk pembangunan candi dari batu vulkanik dimana semennya seperti bangunan saat ini menggunakan campuran telur itik dan tetes tebu sehingga untuk suplay dalam jumlah banyak dan secara terus menerus hal ini tidak bisa dilaksanakan di Gunungkidul terutama tetes tebu.
Jika kita memaksakan sebuah argumen bahwa candi di Gunungkidul dibangun sebelum kerajaan kerajaan tersebut di atas, lantas bagaimana dengan fakta bahwa kerajaan atau kebudayaan pertama di mulai di Jawa tengah!, Adakah yang salah dengan penulisan sejarah kita?
Jika sebuah Gunungkidul yang tandus, gersang, minus segalanya saja tidak bisa terpecahkan bagaimana mungkin menyingkap sejarah Jawa Dwipa di mana Gunungkidul hanya secuil bagian dari peradabannya
Monday, April 30, 2007
Sebuah Batu di Gunungkidul dan Sejarah
Dhaksinarga, sebuah gunung tua di sisi selatan pulau jawa, tahukan anda?
Sekilas seperti apa yang saya tulis di post sebelumnya, kering tandus. Selain itu secara kebanyakan orang menganggap Gunungkidul adalah sebuah pegunungan(mountain), tapi apa yang kita rasakan dari indera penglihatan kita sewaktu kita melawati daerah kelokan bukit Pathuk? banyak bongkahan batu berwarna hitam yang notabene adalah batu dari sebuah gunung berapi, tak hanya di bukit Pathuk saja, jika kita dari arah kota Wonosari ke arah kota kecamatan Semin hal serupa kita dapati. Pernah saya berpikir batu batu tersebut berasal dari gunung Merapi di daerah kabupaten Sleman sana, saya sendiri kaget batu sebesar 2 kalinya badan kerbau tersebut terlempar begitu jauh ke tempat kami, Gunungkidul. Jika hal itu benar, nahwa gunung Merapi melepaskan batunya sampai Gunungkidul, apa jadinya kota Yogyakarta jika waktu yang terdahulu terulang lagi! itu pemikiran pertama dalam benak saya.
Pemikiran kedua, kemungkinan kata Gunungkidul adalah bermakna sebenarnya, yaitu gunung.Dari pengamatan amatiran saya, yang notabene hanya anak ndeso yang sedikit tahu informasi adalah jika saya pelajari secara awam Gunungkidul dibagi mnjadi zona Gunung Sewu, Zona Ledok dan Zona Baturagung. Zona Gunungsewu meliputi daerah pantai selatan dan sekitarnya meliputi tanah tandus dan kering dimana air tawar berada di bawah tanah, berbukit bukit terjal dalam formasi banyak(gunung sewu/seribu gunung karena banyaknya bukit-bukit), Zona Ledok berupa lembah di utara zona gunung sewu, dengan tanah hitam dimana air lebih mudah didapatkan baik dari curah hujan maupun sumber air yang dapat ditarik keatas permukaan tanah, berbukit tapi cenderung rendah dan tidak se extrem gunung sewu, Zona baturagung berupa perbukitan yang naik turun dengan tingkat kecuraman sama dengan zona gunung sewu, perbedaannya jika di gunung sewu air sangat sulit didapatkan, di zona baturagung ini air berkecukupan.Berarti tanah di Gunungkidul berupa cekungan diapit 2 perbukitan, kemudian kita sambungkan data ini dengan batu hitam yang kita lihat di daerah bukit Pathuk tadi, bukankah secara tak terduga akan terpikir bahwa benar adanya Gunungkidul nyata-nyata gunung, Bukit pathuk sendiri di sebelah barat pada pertemuan zona ledok dan baturagung. Sedangkan bebatuan hitam di daerah ke arah kota Semin merupakan area sebelah timur di pinggiran zona baturagung dan ledok.Tak perlu kita takutkan secara berlebihan karena seandainya gunung pun itu adalah sebuah masa lalu, yang perlu adalah kita mengerti seperti apa sih Gunungkidul yang kita siniskan sebagai daerah tandus itu.
Pada beberapa waktu lalu saya tertarik pada sebuah artikel di majalah tempo interaktif yang mengulas tentang manusia purba di Gunung kidul.Disebutkan bahwa dikehidupan dahulu kala daerah Gunungkidul dihuni manusia purba, tidak sepurba yang di sangiran tentunya, melainkan dari segi kehidupan, karena manusia purba ini termasuk homo sapiens.Hidup dengan cara berburu binatang binatang liar seperti rusa, kerbau dan kuda nil termasuk hidup juga badak dangajah.Hal ini bisa dilacak melalui penemuan fosil di beberapa goa/song di zona gunung sewu berupa tulang belulang, gigi taring dan paha kudanil, mata panah dan kerangka manusia purba.Berarti dahulunya zona gunung sewu adalah hutan lebat dan padang luas. Jika kita perbandingkan antara dulu dan sekarang dalam perbandingan zona yang sama, maka:
- dari penemuan tersebut tergambar jelas bahwa dahulu zona gunung sewu adalah hutan lebat dan padang luas, jika kuda nil ditemukan disana berarti ada sebuah kawasan perairan yang luas, maka besar kemungkinan zona ledok adalah kawasan hutan yang jauh lebih lebat beserta danau/perairan yang lebih luas daripada zona gunung sewu, dengan perbandingan sekarang zona gunung sewu lebih kering dibanding zona ledok.
- sedangkan zona baturagung kurang lebih sama lebatnya dengan zona ledoksari, yang membedakan hanya cakupan medianya yang berbukit curam berbatu.
Jika hal ini mendekati kebenaran, maka kemana air di cekungan zona ledok mengalir. satu satunya jalan adalah turun melaui perbukitan pathuk sekarang ini, namun hal ini belum bisa saya dapatkan data, tapi menurut saya besar kemungkinan akan hal itu, karena jika kita lihat dari arah kota Piyungan sekarang ke daerah Gunungkidul di masa lalu adalah berupa tandon air di atas gunung yang tidak secara langsung mengucur ke bawah berbentuk air terjun.
Melihat masalalu lebih ke depan, kita dapati pengalaman Junghun ketika melihat pertama kali daerah Gunungkidul sebagai "Garden of Magic", taman dengan suasana mistisnya.Gunungkidul pun banyak ditemukan situs-situs candi kuno yang sekarang sudah tidak utuh lagi, dari informasi yang saya dapat, candi candi ini terbuat dari batu kapur, berbeda dengan candi candi di Jawa Tengah yang terbuat dari batu gunung ataupun candi candi di Jawa Timur yang etrbuat dari batu bata. Jika candi - candi di kedua tempat tersebut merupakan tempat penyimpanan abu jenazah para raja, artikel yang saya baca adalah candi di Gunungkidul adalah tempat pemujaan baik pemujaan pada alam maupun secara mistis, dalam hal ini saya menarik kesimpulan bahwa daerah Gunungkidul dulunya dipuja sebagai suatu tempat yang mempunyai sifat lebih(dengan tidak merendahkan atau menyamakan daerah "yang lain").
Sekilas seperti apa yang saya tulis di post sebelumnya, kering tandus. Selain itu secara kebanyakan orang menganggap Gunungkidul adalah sebuah pegunungan(mountain), tapi apa yang kita rasakan dari indera penglihatan kita sewaktu kita melawati daerah kelokan bukit Pathuk? banyak bongkahan batu berwarna hitam yang notabene adalah batu dari sebuah gunung berapi, tak hanya di bukit Pathuk saja, jika kita dari arah kota Wonosari ke arah kota kecamatan Semin hal serupa kita dapati. Pernah saya berpikir batu batu tersebut berasal dari gunung Merapi di daerah kabupaten Sleman sana, saya sendiri kaget batu sebesar 2 kalinya badan kerbau tersebut terlempar begitu jauh ke tempat kami, Gunungkidul. Jika hal itu benar, nahwa gunung Merapi melepaskan batunya sampai Gunungkidul, apa jadinya kota Yogyakarta jika waktu yang terdahulu terulang lagi! itu pemikiran pertama dalam benak saya.
Pemikiran kedua, kemungkinan kata Gunungkidul adalah bermakna sebenarnya, yaitu gunung.Dari pengamatan amatiran saya, yang notabene hanya anak ndeso yang sedikit tahu informasi adalah jika saya pelajari secara awam Gunungkidul dibagi mnjadi zona Gunung Sewu, Zona Ledok dan Zona Baturagung. Zona Gunungsewu meliputi daerah pantai selatan dan sekitarnya meliputi tanah tandus dan kering dimana air tawar berada di bawah tanah, berbukit bukit terjal dalam formasi banyak(gunung sewu/seribu gunung karena banyaknya bukit-bukit), Zona Ledok berupa lembah di utara zona gunung sewu, dengan tanah hitam dimana air lebih mudah didapatkan baik dari curah hujan maupun sumber air yang dapat ditarik keatas permukaan tanah, berbukit tapi cenderung rendah dan tidak se extrem gunung sewu, Zona baturagung berupa perbukitan yang naik turun dengan tingkat kecuraman sama dengan zona gunung sewu, perbedaannya jika di gunung sewu air sangat sulit didapatkan, di zona baturagung ini air berkecukupan.Berarti tanah di Gunungkidul berupa cekungan diapit 2 perbukitan, kemudian kita sambungkan data ini dengan batu hitam yang kita lihat di daerah bukit Pathuk tadi, bukankah secara tak terduga akan terpikir bahwa benar adanya Gunungkidul nyata-nyata gunung, Bukit pathuk sendiri di sebelah barat pada pertemuan zona ledok dan baturagung. Sedangkan bebatuan hitam di daerah ke arah kota Semin merupakan area sebelah timur di pinggiran zona baturagung dan ledok.Tak perlu kita takutkan secara berlebihan karena seandainya gunung pun itu adalah sebuah masa lalu, yang perlu adalah kita mengerti seperti apa sih Gunungkidul yang kita siniskan sebagai daerah tandus itu.
Pada beberapa waktu lalu saya tertarik pada sebuah artikel di majalah tempo interaktif yang mengulas tentang manusia purba di Gunung kidul.Disebutkan bahwa dikehidupan dahulu kala daerah Gunungkidul dihuni manusia purba, tidak sepurba yang di sangiran tentunya, melainkan dari segi kehidupan, karena manusia purba ini termasuk homo sapiens.Hidup dengan cara berburu binatang binatang liar seperti rusa, kerbau dan kuda nil termasuk hidup juga badak dangajah.Hal ini bisa dilacak melalui penemuan fosil di beberapa goa/song di zona gunung sewu berupa tulang belulang, gigi taring dan paha kudanil, mata panah dan kerangka manusia purba.Berarti dahulunya zona gunung sewu adalah hutan lebat dan padang luas. Jika kita perbandingkan antara dulu dan sekarang dalam perbandingan zona yang sama, maka:
- dari penemuan tersebut tergambar jelas bahwa dahulu zona gunung sewu adalah hutan lebat dan padang luas, jika kuda nil ditemukan disana berarti ada sebuah kawasan perairan yang luas, maka besar kemungkinan zona ledok adalah kawasan hutan yang jauh lebih lebat beserta danau/perairan yang lebih luas daripada zona gunung sewu, dengan perbandingan sekarang zona gunung sewu lebih kering dibanding zona ledok.
- sedangkan zona baturagung kurang lebih sama lebatnya dengan zona ledoksari, yang membedakan hanya cakupan medianya yang berbukit curam berbatu.
Jika hal ini mendekati kebenaran, maka kemana air di cekungan zona ledok mengalir. satu satunya jalan adalah turun melaui perbukitan pathuk sekarang ini, namun hal ini belum bisa saya dapatkan data, tapi menurut saya besar kemungkinan akan hal itu, karena jika kita lihat dari arah kota Piyungan sekarang ke daerah Gunungkidul di masa lalu adalah berupa tandon air di atas gunung yang tidak secara langsung mengucur ke bawah berbentuk air terjun.
Melihat masalalu lebih ke depan, kita dapati pengalaman Junghun ketika melihat pertama kali daerah Gunungkidul sebagai "Garden of Magic", taman dengan suasana mistisnya.Gunungkidul pun banyak ditemukan situs-situs candi kuno yang sekarang sudah tidak utuh lagi, dari informasi yang saya dapat, candi candi ini terbuat dari batu kapur, berbeda dengan candi candi di Jawa Tengah yang terbuat dari batu gunung ataupun candi candi di Jawa Timur yang etrbuat dari batu bata. Jika candi - candi di kedua tempat tersebut merupakan tempat penyimpanan abu jenazah para raja, artikel yang saya baca adalah candi di Gunungkidul adalah tempat pemujaan baik pemujaan pada alam maupun secara mistis, dalam hal ini saya menarik kesimpulan bahwa daerah Gunungkidul dulunya dipuja sebagai suatu tempat yang mempunyai sifat lebih(dengan tidak merendahkan atau menyamakan daerah "yang lain").
Saturday, April 28, 2007
GUNUNGKIDUL
Gunungkidul, sebuah daerah yang selalu di deskripsikan secara skeptis setiap orang yang mendengarnya.Banyak warga perantau khususnya, malu menyebut asal dari Gunungkidul, kebanyakan menyebutnya Yogyakarta.
Blogs ini sebenarnya ditujukan kepada para warga Gunungkidul untuk kembali melihat asal muasal, dalam hal ini saya juga berasal dari sana, sebuah desa ke arah utara dari kota Wonosari, ibukota kabupaten Gunungkidul. Sehingga afdol rasanya jika saya sebagai seorang warga Gunungkidul menulis hal ini.
Gunungkidul dalam karangan Lombart, Nusa Jawa Silang Budaya 3 disebut sebagai "Garden of magic" ,sebuah taman mistis, mengapa tidak.. toh waktu itu Gunungkidul adalah merupakan sebuah hutan belantara yang sangat lebat berikut beberapa danau nya dan binatang seperti gajah dan kuda nil,rusa dan badak.Jenis binatang ini saat ini fosilnya ditemukan oleh dosen UGM, Bp Susetyo Juwono dan teamnya melalui penggalian dan penyelidikan.
Untuk sebuah Garden of Magic pada saat ini pastilah banyak orang terbelalak dan sinis, tapi tak bisa dipungkiri, itulah gunungkidul kami, dari beberapa informasi yang saya dapat, dulunya terdapat pohon-pohon dengan kayu kualitas tinggi, sebutlah pohon jati,dimana hutan ini mulai gundul, pada awalnya kayu jati pada daerah Gunungkidul dimanfaatkan oleh kerajaan Mataram untuk membangun istana dari Kartosuro ke Surakarto yang terbakar, ketika masa masuknya Belanda ditebang secara besar-besaran untuk pembangunan infrastruktur dan propertinya serta diperdagangkan, kemudian berikutnya untuk pembangunan Keraton Yogyakarta(walaupun tak ditebang semuanya/tidak 100% mempergunakan kayu jati Gunungkidul, pada saat meletusnya perang pasifik dengan membabi buta Jepang membabat habis sisa sisa hutan jati ini. Tragis memang, di mana penduduk hanya bisa diam, kalaupun itu untuk negara, hal yang lumrah sebagai persembahan ngabekti ke negara, tapi bagaimana dengan pihak-pihak lain diluar itu? Itulah masa lalu.
Dibilang kering seperti yang diberitakan menurut saya tidak sepatutnya itu sebagai trade mark nya, karena jika dilihat keadaan sekarang, mulai dari kota Wonosari(berbentuk lembah/cekungan) menuju ke utara ke arah sungai Oya( baca: huruf y spt kata yakin dan huruf a spt pelafalan kata sol pada nada bunyi) merupakan daerah berkecukupan air, ke arah timur daerah Ponjong, persawahan masih tersisa walau sedikit. Sedangkan daerah yang selalu diliput adalah selatan kota Wonosari menuju pesisir pantai selatan memang permukaannya kering, namun jangan salah menduga, pada lapisan bawah tanah terdapat sungai bawah tanah yang mengalir deras ke arah lautan yang saat ini dalam proses penarikan ke atas untuk penyediaan air bersih penduduk disekitarnya. Bisa dibilang air di sana murni sebab air yang mengalir mengalami proses penyaringan dari bebatuan kapur. Seandainya saja proses tersebut berhasil ...tidak ada lagi penduduk jual ternak untuk setangki air!
Penduduk sebenarnya dari dulu diarahkan untuk transmigrasi ke luar Jawa, namun hanya sebagian kecil yang mau pindah ke sana (dan itupun nasibnya sekarang gak jelas). Ada yang menarik dalam hal ini, mengapa di kehidupan yang susah tersebut penduduk tak mau pindah, sekilas kita kembali bahas tentang garden of magic tadi, ada suatu pembenaran keadaan walaupun samar, dalam hal ini penduduk Gunungkidul masih merasakan akas rendevouz zaman itu dimana kehidupan jauh lebih baik, dan tentunya di bawah alam sadar mereka suatu keadaan yang baik seperti dulu akan kembali.
Tentunya sayapun tak bisa begitu saja mengelu-elukan denagn bangga, ini loh Gunungkidul, sekarang atau saat ini bagaimana kita melihat penduduknya(tidak termasuk saya hehehe), berapa banyak orang-orang bangga pada Gunungkidul, seberapa banyak orang tua menceritakan kisah keadaan masa lalu, dan berapa banyak orang orang generasi sekarang membuka mata lihat sekelilingnya.
Generasi yang lalu sibuk mencari kehidupan yang lebih baik, entah bagaimana caranya..., anak anaknya/ generasi penerus keburu meniru perilaku metropolis walaupun sebatas dari TV yang berisi tukang sinetron, jangan kaget kalau ketika ke sana untuk sebuah daerah kering tandus, anak mudanya nya rambutnya telah berubah warna, pink, merah, hijau, coklat, entah itu dari pewarna rambut yang di salon atau malah pewarna yang biasa dipakai cat logam atau kayu(pylox), hebatnya lagi mereka hampir semuanya memakai sepeda motor, entah kredit, jual tanah secara terpaksa sebab anaknya nekat mau bunuh diri karena kepengenn motor sampai yang punya tuyul....ramai kan.
Dari segi pendidikan kita tidak bisa bebuat banyak, karena saat ini tahu sendiri seperti apa mutunya, mereka sepertinya tidak pernah diarahkan ke depannya akan seperti apa, paling yang tergambar tidak kurang dari: sehabis sekolah nikah, kalau kuliah masih sedikit saya rasa, paling banter adalah kerja jadi tenaga administrasi bagi yang merasa terdidik, pelayan toko, ikut ke jakarta....klise.....bagaimana dengan daerah yang dia pijak saat ini hampir bisa dibilang tidak ada, pada waktu sekolah saya sendiri mempunyai pengalaman hebat, saya sebut hebat karena hal itu mendasari saya untuk menuliskan blogs ini, yaitu ketika seusai ujian akhir (waktu itu smea), guru akuntansi keuangan kami mewajibkan membuat suatu perencanaan setelah lulus, dengan kenyataan yang ditunjukkan bahwa kita tidak siap kerja ke luar daerah, intinya apa yang akan kami lakukan secara mandiri untuk membuat kami bisa bekerja, bagaiamana caranya dan tentu resiko(terimaksih kepada Bp. Sudiharto, SMEA negeri--dulu kami panggil Pak Congklang dibelakang beliau, karena celanannya selalu menggantung di atas mata kaki, congklang adalah bahasa jawa yang kurang lebih untuk sebutan celana yang panjang yang panjangnya tidak sesuai biasanya).
Pada saat itu ada teman kami yang akan beternak sapi, ayam kampung dan saya sendiri punya angan angan jadi seorang yang mempunyai usaha tanaman, yaitu anggrek, bonsai dan kaktus. Hebat bukan! Saya ambil jenis usaha itu karena dari situasi sekeliling saya, bonsai karena saya lihat kalau ke pantai selatan banyak bergelantungan bibit bibit bonsai yang siap pakai(baru saya tahu sebenarnya bisa rusak vegetasi), kaktus...karena panas nya dan keringnya gunungkidul saya berpikir kita gak perlu memakai air berlebihan dengan hasil yang maksimal, kalau angrek hmmm itu adalah tanaman kesayangan..hehehe.
Sebenarnya masih banyak yang bisa kita pikirkan kala itu, seperti pengelolaan wisata pantai(tidak kalah dengan pulau bali), atau penanaman jati emas, setidaknya dari beberapa alternatif tadi pemerintah Kabuparen bisa menyadari hal ini, semisal tanah yang kurang tergarap di daerah airnya lebih bagus ditanami jati emas bukan hal yang mustahil bisa mendapat pasokan setidaknya tidak usah material berupa uang tapi pengembalian keadaan Gunungkidul. Kita tidak bisa by pass ingin membangun tanpa mengembalikan keadaan ini, jika hal ini dilanjutkan adalah suatu ketimpangan.
Jadi pendek kata, saudaraku yang entah di mana, apa yang kita lakukan untuk Gunugkidul kita untuk 5 tahun, 10 tahun mendatang? Apakah anak keturunan kita akan kita jadikan seperti orang yang seperti kita saat ini, selalu didiskreditkan dengan keadaan kering, tandus tanpa air?
Bangunlah dari mimpi yang tiada berkesudahan ini.
Blogs ini sebenarnya ditujukan kepada para warga Gunungkidul untuk kembali melihat asal muasal, dalam hal ini saya juga berasal dari sana, sebuah desa ke arah utara dari kota Wonosari, ibukota kabupaten Gunungkidul. Sehingga afdol rasanya jika saya sebagai seorang warga Gunungkidul menulis hal ini.
Gunungkidul dalam karangan Lombart, Nusa Jawa Silang Budaya 3 disebut sebagai "Garden of magic" ,sebuah taman mistis, mengapa tidak.. toh waktu itu Gunungkidul adalah merupakan sebuah hutan belantara yang sangat lebat berikut beberapa danau nya dan binatang seperti gajah dan kuda nil,rusa dan badak.Jenis binatang ini saat ini fosilnya ditemukan oleh dosen UGM, Bp Susetyo Juwono dan teamnya melalui penggalian dan penyelidikan.
Untuk sebuah Garden of Magic pada saat ini pastilah banyak orang terbelalak dan sinis, tapi tak bisa dipungkiri, itulah gunungkidul kami, dari beberapa informasi yang saya dapat, dulunya terdapat pohon-pohon dengan kayu kualitas tinggi, sebutlah pohon jati,dimana hutan ini mulai gundul, pada awalnya kayu jati pada daerah Gunungkidul dimanfaatkan oleh kerajaan Mataram untuk membangun istana dari Kartosuro ke Surakarto yang terbakar, ketika masa masuknya Belanda ditebang secara besar-besaran untuk pembangunan infrastruktur dan propertinya serta diperdagangkan, kemudian berikutnya untuk pembangunan Keraton Yogyakarta(walaupun tak ditebang semuanya/tidak 100% mempergunakan kayu jati Gunungkidul, pada saat meletusnya perang pasifik dengan membabi buta Jepang membabat habis sisa sisa hutan jati ini. Tragis memang, di mana penduduk hanya bisa diam, kalaupun itu untuk negara, hal yang lumrah sebagai persembahan ngabekti ke negara, tapi bagaimana dengan pihak-pihak lain diluar itu? Itulah masa lalu.
Dibilang kering seperti yang diberitakan menurut saya tidak sepatutnya itu sebagai trade mark nya, karena jika dilihat keadaan sekarang, mulai dari kota Wonosari(berbentuk lembah/cekungan) menuju ke utara ke arah sungai Oya( baca: huruf y spt kata yakin dan huruf a spt pelafalan kata sol pada nada bunyi) merupakan daerah berkecukupan air, ke arah timur daerah Ponjong, persawahan masih tersisa walau sedikit. Sedangkan daerah yang selalu diliput adalah selatan kota Wonosari menuju pesisir pantai selatan memang permukaannya kering, namun jangan salah menduga, pada lapisan bawah tanah terdapat sungai bawah tanah yang mengalir deras ke arah lautan yang saat ini dalam proses penarikan ke atas untuk penyediaan air bersih penduduk disekitarnya. Bisa dibilang air di sana murni sebab air yang mengalir mengalami proses penyaringan dari bebatuan kapur. Seandainya saja proses tersebut berhasil ...tidak ada lagi penduduk jual ternak untuk setangki air!
Penduduk sebenarnya dari dulu diarahkan untuk transmigrasi ke luar Jawa, namun hanya sebagian kecil yang mau pindah ke sana (dan itupun nasibnya sekarang gak jelas). Ada yang menarik dalam hal ini, mengapa di kehidupan yang susah tersebut penduduk tak mau pindah, sekilas kita kembali bahas tentang garden of magic tadi, ada suatu pembenaran keadaan walaupun samar, dalam hal ini penduduk Gunungkidul masih merasakan akas rendevouz zaman itu dimana kehidupan jauh lebih baik, dan tentunya di bawah alam sadar mereka suatu keadaan yang baik seperti dulu akan kembali.
Tentunya sayapun tak bisa begitu saja mengelu-elukan denagn bangga, ini loh Gunungkidul, sekarang atau saat ini bagaimana kita melihat penduduknya(tidak termasuk saya hehehe), berapa banyak orang-orang bangga pada Gunungkidul, seberapa banyak orang tua menceritakan kisah keadaan masa lalu, dan berapa banyak orang orang generasi sekarang membuka mata lihat sekelilingnya.
Generasi yang lalu sibuk mencari kehidupan yang lebih baik, entah bagaimana caranya..., anak anaknya/ generasi penerus keburu meniru perilaku metropolis walaupun sebatas dari TV yang berisi tukang sinetron, jangan kaget kalau ketika ke sana untuk sebuah daerah kering tandus, anak mudanya nya rambutnya telah berubah warna, pink, merah, hijau, coklat, entah itu dari pewarna rambut yang di salon atau malah pewarna yang biasa dipakai cat logam atau kayu(pylox), hebatnya lagi mereka hampir semuanya memakai sepeda motor, entah kredit, jual tanah secara terpaksa sebab anaknya nekat mau bunuh diri karena kepengenn motor sampai yang punya tuyul....ramai kan.
Dari segi pendidikan kita tidak bisa bebuat banyak, karena saat ini tahu sendiri seperti apa mutunya, mereka sepertinya tidak pernah diarahkan ke depannya akan seperti apa, paling yang tergambar tidak kurang dari: sehabis sekolah nikah, kalau kuliah masih sedikit saya rasa, paling banter adalah kerja jadi tenaga administrasi bagi yang merasa terdidik, pelayan toko, ikut ke jakarta....klise.....bagaimana dengan daerah yang dia pijak saat ini hampir bisa dibilang tidak ada, pada waktu sekolah saya sendiri mempunyai pengalaman hebat, saya sebut hebat karena hal itu mendasari saya untuk menuliskan blogs ini, yaitu ketika seusai ujian akhir (waktu itu smea), guru akuntansi keuangan kami mewajibkan membuat suatu perencanaan setelah lulus, dengan kenyataan yang ditunjukkan bahwa kita tidak siap kerja ke luar daerah, intinya apa yang akan kami lakukan secara mandiri untuk membuat kami bisa bekerja, bagaiamana caranya dan tentu resiko(terimaksih kepada Bp. Sudiharto, SMEA negeri--dulu kami panggil Pak Congklang dibelakang beliau, karena celanannya selalu menggantung di atas mata kaki, congklang adalah bahasa jawa yang kurang lebih untuk sebutan celana yang panjang yang panjangnya tidak sesuai biasanya).
Pada saat itu ada teman kami yang akan beternak sapi, ayam kampung dan saya sendiri punya angan angan jadi seorang yang mempunyai usaha tanaman, yaitu anggrek, bonsai dan kaktus. Hebat bukan! Saya ambil jenis usaha itu karena dari situasi sekeliling saya, bonsai karena saya lihat kalau ke pantai selatan banyak bergelantungan bibit bibit bonsai yang siap pakai(baru saya tahu sebenarnya bisa rusak vegetasi), kaktus...karena panas nya dan keringnya gunungkidul saya berpikir kita gak perlu memakai air berlebihan dengan hasil yang maksimal, kalau angrek hmmm itu adalah tanaman kesayangan..hehehe.
Sebenarnya masih banyak yang bisa kita pikirkan kala itu, seperti pengelolaan wisata pantai(tidak kalah dengan pulau bali), atau penanaman jati emas, setidaknya dari beberapa alternatif tadi pemerintah Kabuparen bisa menyadari hal ini, semisal tanah yang kurang tergarap di daerah airnya lebih bagus ditanami jati emas bukan hal yang mustahil bisa mendapat pasokan setidaknya tidak usah material berupa uang tapi pengembalian keadaan Gunungkidul. Kita tidak bisa by pass ingin membangun tanpa mengembalikan keadaan ini, jika hal ini dilanjutkan adalah suatu ketimpangan.
Jadi pendek kata, saudaraku yang entah di mana, apa yang kita lakukan untuk Gunugkidul kita untuk 5 tahun, 10 tahun mendatang? Apakah anak keturunan kita akan kita jadikan seperti orang yang seperti kita saat ini, selalu didiskreditkan dengan keadaan kering, tandus tanpa air?
Bangunlah dari mimpi yang tiada berkesudahan ini.
Subscribe to:
Posts (Atom)